INFO Terkini- Saat ini ilmu kedokteran telah berkembang dengan pesatnya,
seperti adanya transplantasi organ. Terobosan medis ini dilakukan dengan
mengganti organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ individu
lain, baik dari pendonor yang hidup atau mati, diperbolehkan
undang-undang. Namun dibalik kesuksesan tersebut, muncul berbagai
masalah. Salah satunya adalah praktek jual beli organ tubuh manusia
secara ilegal.
Pada dasarnya, transplantasi organ merupakan pemindahan seluruh atau
sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu
tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama.
Transplantasi ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak
berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi atau
donor. Donor organ bisa dilakukan orang yang masih hidup atau pun telah
meninggal.
Di Indonesia tidak semua rumah sakit bisa melaksanakan transplantasi
sejumlah organ tubuh karena keterbatasan sarana kesehatan dan tenaga
medis yang menguasai hal tersebut.
Untuk itu, tahun ini, RSU dr Soetomo berencana membangun Pusat
Transplantasi Organ atau Transplantation Center. Diperkirakan proyek
tersebut menghabiskan dana Rp 40 miliar.
“Kalau transplantasinya di Surabaya, biaya bisa lebih murah sehingga
lebih banyak penderita bisa terselamatkan. Sebab, yang harus disediakan
penderita bukan hanya biaya operasi dan obat-obatan pasca operasi,
tetapi juga biaya hidup dan tempat tinggal bagi keluarga yang
mendampingi selama menunggu donor dan dalam perawatan pasca operasi,”
papar Dirut RSU Dr Soetomo, Dodo Anondo MPH.
Jika rencana di atas terealisasi, mereka sudah menyiapkan tim dokter
yang sudah menimba ilmu langsung ke Oriental Organ Transplant Center
(OOTC) yang bernaung di bawah bendera Tianjin First Central Hospital
(TFCH) di Tianjin-Tiongkok.
Pemindahan organ tubuh seperti itu memang berkaitan dengan kemajuan
bidang kedokteran sebuah negara. Contoh tim medis sejumlah rumah sakit
di wilayah Asia dan Eropa. Mereka berhasil melakukan transplantasi organ
seperti kornea mata, hati dan ginjal.
Di bidang kedokteran modern, transplantasi hati merupakan salah satu
penemuan besar. Tentu saja hal tersebut dilakukan dengan prosedur cukup
ketat.
Penjelasan tersebut bertolak belakang dengan kabar di jalanan yang
menyebutkan organ tubuh jadi idola pelaku pasar gelap. Serta maraknya
kasus penculikan bayi atau anak kerap dikaitkan dugaan perdagangan organ
tubuh, seperti ginjal, kornea mata, hati serta jantung.
Dewi M, salah satu aktivis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak
(P3A) Jatim, mengatakan isu tersebut perlu ditelusuri lagi kebenarannya.
Kendati demikian, ia tak menampik kemungkinan terjadinya perdagangan
organ ilegal. Bukan dikerjakan di sini namun di luar negeri. Hal
tersebut diperkuat adanya trend warga negara Indonesia melakukan
transplantasi di Malaysia dan Singapura.
”Pengawasan terkait dengan perdagangan organ tubuh anak masih lemah
di Indonesia, bahkan polisi kesulitan untuk membuktikan hal itu,”
paparnya.
Disebutkan beberapa modus yang mungkin dipakai sindikat penjualan
organ. Pertama, menggiring mereka dengan tawaran bekerja di luar negeri
sebagai TKI secara ilegal atau membeli bayi dengan harga Rp 3-5 juta
lantas mereka dirawat, dibesarkan sampai waktunya harus dibunuh untuk
diambil organ yang dibutuhkan.
Andai keluarga penerima organ ilegal memahami, tidak semua organ
tubuh pendonor cocok dengan penerima donor, bahkan sebagian operasi
gagal, menyebabkan penerima donor meninggal dunia. Ada penolakan secara
otomatis apabila organ tubuh yang didonorkan tidak cocok dengan tubuh
penerima.
Terlebih fakta medis menyebutkan transplantasi hati atau ginjal bisa
dikatakan berhasil, apabila hidup penerima donor bisa bertahan lebih
dari lima tahun.
"Biasanya organ tubuh yang kerap didonorkan adalah mata dan ginjal.
Karena jumlah pendonor sangat sedikit dibanding pihak yang membutuhkan.
Kondisi seperti ini memicu terjadinya praktek ilegal," papar Ahmad dari
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan Surabaya.
Sekedar tahu, penduduk paling banyak bersedia menjadi donor berada di
negara Eropa, rata-rata 12 persen warga di sana punya kartu donor.
Andai perdagangan organ ilegal benar terjadi dan dapat dibuktikan.
Payung hukum negara ini siap menjerat siapa saja yang terlibat di
dalamnya. Baik ahli medis maupun penjual dan penerima. Mereka akan
berhadapan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
”Tidak dibenarkan seorang dokter melakukan operasi cangkok
menggunakan organ hasil jual beli terlarang. Pasal 33 ayat (2)
undang-undang tersebut menyebutkan, transplantasi organ dan atau
jaringan tubuh serta transfusi darah dilakukan hanya untuk tujuan
kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial,” ungkapnya.
Pelanggaran terhadap pasal itu diancam dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun serta denda maksimal Rp 300 juta.
"Namun, belum ada penjelasan rinci terkait arti kemanusiaan dan
definisi komersialisasi itu, sehingga aparat penegak hukum kesulitan
mengungkap hal tersebut," tandas Ahmad.
Menanggapi hal diatas, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP
Indarto saat dihubungi CentroOne.com menjelaskan bahwa harus ada
persetujuan polisi dalam praktek transplantasi organ guna mencegah
penyalahgunaan organ yang didonorkan.
”Harus ada ijin polisi dulu diantara pendonor dan penerimanya.
Selanjutnya polisi akan mengawal prosesnya, mulai dari kesepakatan dan
pelaksanaan operasinya untuk mencegah ilegalitas dalam proses
transplantasi tersebut,” jelasnya.
Lebih jauh diterangkannya, UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
pada pasal 33 ayat 1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta
transfusi darah itu hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan
dilarang untuk tujuan komersial.
“Pada titik kriminalitasnya, polisi akan menjerat pelaku penjualan
organ dengan memakai undang-undang kesehatan pasal 80 ayat 3 tentang
komersialisasi transplantasi organ tubuh dan juga menggunakan
pasal-pasal tentang malpraktik yang ada dalam KUHP. Seperti pasal 359,
pasal 360, dan pasal 361, yaitu kealpaan yang menyebabkan kematian atau
kecacatan,” terangnya.
Sementara untuk kota Surabaya sendiri, Indarto mengatakan belum
pernah ada terjadi kasus penjualan organ. Maka itu pihaknya mengimbau
agar masyarakat melapor kepada pihak berwajib terlebih dahulu sebelum
memutuskan menjadi pendonor.
Sementara itu, Jurnal kesehatan “The Lancet” menyebutkan, harga
ginjal di pasaran mencapai 15 ribu dolar AS. Sepotong hati harganya
mencapai 130 ribu dolar, sama dengan harga sebuah jantung. Sedangkan
harga paru-paru, sekitar 150 ribu dolar.
Tinggi rendahnya harga sesuai mekanisme pasar. Semakin besar
permintaan, harga tambah mahal. Terakhir, di Indonesia, diperkirakan ada
70 ribu penderita gagal ginjal kronis membutuhkan cangkok ginjal.
Sedangkan di Jepang terdapat 11.000-an penderita gagal ginjal.
Oleh: Jatmiko/Rakhman Khariry - Editor: Masruroh
(smbr)
Harumsouvenir telah memproduksi berbagai macam paketAromatherapy Anda Berupa:
- Sabun Natural
- Garam Natural
-Berbagai macam lilin
-Dupa Aromatic
-Massage oil
-Paket Spa
-Lulur
-Paket hand body Lotion