Jumat, 16 September 2011
Rusman Heriawan |
"Sekarang banyak orang merokok kan wajib hukumnya, jika dihubungkan dengan kenaikan cukai terhadap kemampuan rokok itu kecil sekali untuk orang kurangi rokok. Sebagian besar orang berhenti merokok memang karena kesadaran," ujar Kepala BPS Rusman Heriawan ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu Malam (14/9/2011).
"Yang paling mendasar itu rokok yang dihubungkan dengan dengan garis kemiskinan. Sebagian besar orang miskin itu membeli rokok setelah beras, bagaimana menurunkan kemiskinan? Ya suruh saja semua orang miskin berhenti merokok, signifikan nantinya kemiskinan turunnya," jelas Rusman.
Dijelaskan Rusman, rokok masuk perhitungan dalam garis kemiskinan karena semakin banyak orang miskin yang 'membakar' uangnya untuk membeli rokok. Tidak bermanfaat sekali, sambung Rusman dimana itungan rokok masuk dalam kalori itu 0%.
"Ada pengeluaran bagi orang miskin tapi tidak ada sumbangannya dan kontribusi untuk meningkatkan garis kemiskinan, jadi benar-benar kontra produktif," tegasnya.
"Kalau semua orang miskin berhenti merokok tiba-tiba, maka digantikan misalkan beli beras atau nambah tabungan serta misalkan transpor anaknya makanya kemiskinan akan menurun," imbuhnya.
BPS memang menyebutkan, pengeluaran nomor dua masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah rokok setelah nomor satunya beras. Pemerintah sendiri berkali-kali telah mengingatkan bahaya merokok serta menghimbau masyarakat untuk berhenti merokok.
Cukai Naik, Rokok Tidak Sebabkan Inflasi
Rencana pemerintah untuk menaikkan cukai rokok dinilai tidak akan mempengaruhi tingkat inflasi. Rusman mengatakan bobot rokok dalam perhitungan inflasi cukup rendah.
"Cukai naik otomatis rokok akan naik dan apapun yang naik harga sekecil apapun pasti ada peranan ke inflasi. Tetapi khusus rokok ini sangat kecil," terang Rusman.
Rusman memaparkan, bobot rokok kretek terhadap perhitungan inflasi hanya 1,13% sedangkan rokok putih sebesar 0,46%. "Artinya orang ngerokok kretek itu jauh lebih banyak daripada rokok putih. Kalau dua-duanya digabung itu jadi bobotnya jadi sekitar 1,59% ya 1,6% lah," jelasnya.
Bedanya dengan perhitungan misalnya kenaikan harga beras akan langsung mempengaruhi inflasi. Tetapi Rusman mengatakan kalau cukai itu berbeda.
"Kalau beras naik itu langsung loh kalau rokok ya dilihat cukainya dulu, kalau Rp 10.000 harga sebungkus rokok misalnya ada cukainya itu Rp 300. Nah, naik jadi Rp 400 cukainya maka ada kenaikan Rp 100 rupiah per pak jadi dari Rp 10.000 jadi Rp 10.100 berarti cuma 1%. Dan bobot inflasi dihitung kembali ternyata masih rendah," terangnya.(smbr)
-Paket hand body Lotion
0 komentar:
Posting Komentar